Masak sih, yang bener aja, celetuk pengunjung stan Jurusan Teknik Mesin Universitas Trisakti dalam pameran mobil nasional Gaikindo Auto Expo XIII di Jakarta, pekan lalu. Stan itu menampilkan minyak jelantah sebagai pengganti bahan bakar minyak solar. Sayang, keingintahuan pria bersama tiga temannya tersebut siang itu tak terjawab. Pasalnya, aki mesin diesel produk Isuzu pada mesin itu sedang diisi ulang sehingga mesin tidak dapat dihidupkan. Pria tersebut boleh jadi kecewa, tetapi uji teknis di Sirkuit Sentul, Bogor, membuktikan bahwa mobil dapat menempuh delapan putaran, sedangkan uji jalan dalam kota telah menempuh jarak 600 kilometer.
Setelah itu kami bongkar mesin dan tidak ada masalah. Ini masih akan diuji hingga 10.000 kilometer, kata Koordinator Teknis Tim McJelantah Jurusan Teknik Mesin Universitas Trisakti Duddy. Agar mesin diesel bisa jalan dengan bahan bakar minyak jelantah, cukup memodifikasi filter dan menambahkan converter sebagai pengencer. BPPT lebih maju Pengembangan lebih maju pemanfaatan energi terbarukan berbahan dasar minyak nabati malah telah dilakukan Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi (Engineering Center) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2001.
Hasilnya, 28 bus dinas BPPT yang mayoritas bermesin diesel buatan tahun 1980 beroperasi menggunakan bahan bakar biodiesel yang dicampur solar. Perbandingannya, lima persen biodiesel plus 95 persen solar. Penggunaan seratus persen biodiesel dapat diterapkan asal karet mesin diganti dengan karet sintetis karena biodiesel melembekkan karet alam. Menurut Makmuri Nuramin, Manajer Teknis Engineering Center BPPT sekaligus pengguna biodiesel sejak tiga tahun lalu, performa mesin Isuzu Panther-nya membaik. Tarikan gas enteng, begitu pula akselerasinya. Kalau mau mendahului mobil lain, saya tak perlu ancang-ancang, katanya.
Menurut dia, biodiesel sebagai bahan bakar berbahan dasar minyak nabati (dari minyak sawit mentah/crude palm oil) memiliki karakter melumasi piston mesin dan bebas sulfur. Selain itu, proses pembakaran tidak memerlukan oksigen dari luar karena minyak nabati dapat menghasilkannya sendiri. Pembakaran pun lebih sempurna yang berujung pada minimnya emisi gas buang atau ramah lingkungan. Meskipun tidak dijual secara umum seperti halnya BBM, masyarakat dapat membeli biodiesel di pabriknya di Puspiptek Serpong. Setiap hari dihasilkan biodiesel 1,5 ton.
Seiring dengan sosialisasi, perlahan mulai berdatangan pengguna mobil bermesin diesel membeli biodiesel sebagai campuran solar dengan pilihan perbandingan 5-30 persen. Menurut Makmuri, sebagian besar pembeli justru para pemilik mobil keluaran baru dan bermerek, termasuk mobil-mobil berstandar Euro 1 dan 2. Mereka membutuhkan bahan bakar rendah sulfur dan bermutu tinggi, katanya. Sayang, per liter biodiesel masih mahal, Rp 6.000. Hasil uji emisi rata-rata road test biodiesel pada mobil non- AC dengan campuran 30 persen biodiesel (B30) terjadi penurunan polutan HC, CO>jmp 2008mh 7028m,0w 7028m<2>jmp 0mh 9738m,0w 9738m<, Nox, dan kadar asap antara 19 hingga 57 persen.
Satu-satunya unsur yang naik adalah kadar oksigen. Bio-etanol Selain mengembangkan biodiesel sebagai pengganti atau campuran solar, BPPT melalui Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) juga mengembangkan bahan bakar pencampur bensin premium, yakni bio-etanol. Bahan dasar pembuatannya adalah sumber karbohidrat, seperti tebu, nira, aren, ubi kayu, ubi rambat, garut, sagu, jagung, dan sorgum.
Siap dikembangkan pula dari bahan berserat limbah pertanian, seperti jerami, bonggol jagung, dan kayu. Bio-etanol merupakan istilah umum untuk etanol berkadar alkohol sekitar 99,5 persen. Pada kadar tersebut bio-etanol dapat dicampur dengan premium yang disebut gasohol. Gasohol dengan porsi bio-etanol hingga 20 persen dapat diaplikasikan langsung pada mesin otomotif berbahan bakar premium tanpa masalah teknis. Mobil Landrover Discovery 1998 yang biasa digunakan Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman setiap harinya menggunakan Gasohol E10.
Mobil itu dipajang dalam pameran mobil nasional Gaikindo tahun ini. Selama ini mobil itu baik-baik saja, kata Kepala B2TP Agus Eko Tjahjono. Sayang, eksplorasi energi terbarukan untuk mengganti bahan bakar minyak fosil terbatas pada skala kecil. Maka, pertanyaan-pertanyaan seperti bisakah bahan bakar terbarukan dibuat lebih murah, pemasoknya tersebar di mana-mana sehingga memudahkan konsumen, masih tak terjawab. Sampai kapan?(Gesit Ariyanto) Sumber : Kompas (18/7/05) ***
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan